24/02/14

Penyakit Bangsa yang Harus Segera Diobati

Syahdan! Sebagai umat beriman, selayaknya kita menyimak dan menghayati doa yang diajarkan Nabi Muhammad Saw., yang maknanya: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari rasa cemas dan putus asa; aku berlindung kepada-Mu dari sifat hina dan malas; aku berlindung kepada-Mu dari jiwa pengecut dan kikir; aku berlindung kepada-Mu dari jerat utang dan dominasi orang lain." (HR. Abu Daud)

Doa ini menggambarkan sejumlah masalah yang bisa saja dialami oleh perorangan maupun keompok, dan tentu harus ditanggulangi dan dihilangkan. Permasalahan ini akan terus berkembang, semakin lama semakin menumpuk dan memuncak, sehingga akhirnya seseorang atau suatu bangsa tak bisa lagi mencari jalan keluar.

Ada empat indikator penyakit sehingga secara nyata setiap perorangan atau kelompok manusia bisa dikategorikan berada dalam keterpurukan hidup. Ada yang bersifat psikologis, psikososilogis, sosioantropologis, dan ekonomi-politis ideologis. Mari kita kupas satu persatu.

Penyakit Bersifat Psikologis
Yakni, merajanya rasa cemas (anxiety) dan putus asa (despair). Kecemasan bermula dari ketidakpuasan terhadap situasi yang sedang berlangsung, dan kekhawatiran menyongsong masa depan yang serba tak pasti. Krisis dan tekanan yang silih berganti memburamkan pandangan dan mengubur harapan tersisa. Yang tinggal hanya perasaan bersalah (guilty feeling), atau kebiasaan menyalahkan orang lain )the enemy is out there), tanpa kesanggupan melakukan introspeksi atau autokritik secara kesatria.

Penyakit Bersifat Psikososiologis
Yaitu, sifat hina dan malas. Perasaan rendah diri menjangkiti jika berhadapan dengan orang lain. bahkan, kebiasaan mengisolasi diri dari pergaulan dengan sesama umat manusia tumbuh akibat takut bersaing. Ada bangsa yang merasa bodoh, miskin, dan terbelakang hanya karena faktor-faktor fisik materiaistik belaka. Selanjutnya, tak ada keinginan untuk berubah menjadi lebih baik, mencapai taraf yang sama dihadapan bangsa yang lain.

Malas untuk menuntut pengetahuan dan pengalaman baru, menghadapi tantangan dan melampaui ujian yang sudah sewajarnya dilakoni demi mencapai prestasi yang lebih baik atau yang terbaik. Akhirnya, bangsa ini menghibur diri dengan keadaan yang stagnan.

Penyakit Bersifat Sosioantropologis
Penyakit ini berupa jiwa pengecut dan kikir. Pada stadium ini, tak ada lagi semangat juang (fighting spirit) dan jiwa kepahlawanan, semuanya hanya cerita masa lalu yang dibangga-banggakan sebagai warisan nenek moyang.

Setiap orang merasa enggan untuk berkorban demi menyelamatkan masyarakat secara keseluruhan, sebab pengorbanan yang tulus (altruism) dipandang sebagai kesia-siaan dan tidak akan menghasilkan kompensasi konkret. Dengan demikian, musuh utama bukan berada di luar diri melainkan di dalam diri sendiri termasuk kekikiran dan ketamakan pribadi yang menyebakan kemiskinan dan ketimpangan sosial.

Tak ada lagi keinginan untuk berbagi dengan orang lain, karena nafsu kepemilikan dan haus kekuasaan tak bisa dikendalikan. Masing-masing orang mencariselamat sendiri, meskipun tahu perahu bangsa akan segera tenggelam.

Penyakit Bersifat Ekonomi-Politis Ideologis
Puncak peyakit ini adalah jeratan utang dan dominasi kekuatan asing. Individu atau bangsa yang selalu cemas serta malas berfikir dan bekerja biasanya suka mencari jalan pintas. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus mendesak, sementara penghasilan terbatas, maka pemalas cenderung memperbesar utang.

Kekayaan terpendan yang dimiliki dan sumberdaya yang menganggur masih berlimpah, tapi tidak terkelola dengan baik. Jerat utang (debt trap) mulanya membuat orang hidup nyaman, karena tak perlu bekerja keras, cukup mengendalikan "kebaikan hati" orang lain.

Namun lama-kelamaan utang itu membuahkan ketergantungan, bahkan ketundukan pada kekuatan asing, baik secara ekonomi, politik, maupun tergadainya nilai ideologi bangsa. Penyaluran utang adalah modus imperialis yang paling canggih dan halus, sebab bangsa yang ditaklukkan tidak merasa dirinya dijajah oleh kapitalis global.

Esensi
Esensi doa Nabi ternyata memetakan secara tepat rangkaian permasalahan empiris atau penyakit individual dan sosial yang sedang kita hadapi. Sejak krisis ekonomi dan moneter lebih dari satu dasawarsa silam, bangsa Indonesia belum berhasil lepas dari jerat masalah yang kini menjadi benang kusut krisis nasional multi-dimensi. Krisis ekonomi, politik, ideologi, moral dan budaya semakin menjadi.

Perubahan yang sangat cepat, tatanan demokrasi yang belum mantap, arus globalisasi yang diawali dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, program pemulihan krisis yang belum tuntas diikuti demokrasi, otonomi daerah, dan kebebasan pers membuat pengelolaan negara tidak semudah dalam iklim otoritarian semi-militerismik. Sementara tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat masih tergolong sangat rendah.

Terjadi 'decoupling' ekonomi, politik, dan ideologi. Posisi keterbukaan, kebebasan, dan partisipasi masyarakat meningkat, tapi tidak diiringi dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kemiskinan dan pengangguran justru meningkat di tengah arus demokratisasi. Bahkan, demokratisasi dan otonomi daerah telah menyebabkan virus KKN, bukan hanya secara territorial, tetapi secara faksional di lembaga-lembaga seperti legislatif, partai politik, lembaga sosial dan lain-lain.

Kesimpulan
Kita sudah menyadari dan memahami keempat karakter penyakit yang bersifat psikologis, psikososiologis, sosioantropologis, dan ekonomi-politis ideologis. Tak ada jaln lain kecuali kembali kepada perlindungan Allah Swt. dan berittiba' kepada Rasul Saw., kembali kepada esensi syahadat yang sesungguhnya.

Kesadaran ini dilandasi oleh pemahaman bahwa ditimpakannya peyakit ini tidak terlepas dari keberdayaan diri kita sebagai individu manusia dan bangsa yang beriman untuk keluar dari keterpurukan tersebut, dan kemauan besar untuk keluar dari keterpurukan tersebut, dan kemauan besar untuk merubah nasib buruk menjadi nasib yang diberkahi. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia (QS. Al-Ra'd [13]: 11)

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat, sehingga tidak ada lagi hal yang bisa menghalangi kita untuk bangkit dengan doa dan ikhtiar. Tentu saja, kita berharap semoga Allah mengaruniakan cahaya Rahman dan Rahim sebagai wujud penyelamatan jiwa dari kerangkeng raga menuju kebahagiaan. Wallahua'lam.

Oleh Hendy Hermawan

Rahasia Bisnis Pengusaha

 

© 2013 Manhaj. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top