'Aisyah Radhiyallahu 'anha meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan
aku orang yang paling baik bagi keluargaku" [HR. At Tirmidzi no: 3895
dan Ibnu Majah no: 1977 dari sahabat Ibnu ‘Abbas. Dan dishahihkan oleh
Al Albani dalam Ash Shahihah no: 285].
Hadits di atas, hadits yang sangat mulia. Sebuah hadits yang menunjukkan
agar manusia bersikap mulia dan berlaku jujur. Begitu pula bagi seorang
suami khususnya, karena ia sebagai pemimpin dan bertanggung jawab
kepada keluarga. Maka menjadi keharusan, agar kita mencerna tingkat
urgensinya.
ISTRI HARUS DIKASIHI, BUKAN DIPECUNDANGI
Allah menciptakan wanita sebagai makhluk yang lemah. Di sisi lain,
seorang lelaki ditakdirkan untuk memimpin wanita dengan kelebihan yang
dikaruniakan Allah baginya. Sifatnya yang dominan, ingin mengatur,
berkuasa akan tampak saat berinteraksi dengan anggota keluarga,
khususnya sang istri; wanita asing yang masuk dalam kehidupan barunya.
Tindak-tanduk si istri akan menguji kesabarannya.
Lelaki yang buruk perangainya, akan terdorong berbuat aniaya kepada kaum
yang lemah (istrinya). Kekerasan rumah tangga yang timbul dari suami
terhadap istrinya, menunjukkan bahwa sang suami termasuk prototype orang
yang lemah juga. Berbeda jika seorang suami termasuk sosok yang
berkepribadian kuat, tegar lagi kokoh, maka hatinya tidak akan keras.
Dia tidak tega berbuat aniaya terhadap kaum yang lemah. Barangsiapa
mampu menguasai diri saat berhadapan dengan mereka, yaitu para wanita,
sungguh kebaikan telah muncul pada dirinya.
Al Mubarakfuri saat menerangkan hadits tersebut dalam kitab Tuhfatul
Ahwadzi (4/274) mengatakan: "Mereka (para wanita) adalah orang yang
harus dirahmati (dikasihi) lantaran kelemahan fisik mereka".
Asy Syaukani menjelaskan makna hadits tersebut dengan menyatakan :
"Dalam hadits ini tersimpan catatan penting. Bahwa orang yang paling
tinggi derajatnya dalam kebaikan dan paling berhak meraih sifat tersebut
ialah, orang-orang yang paling baik perilakunya kepada keluarganya.
Sebab, keluarga, mereka itu merupakan orang-orang yang paling berhak
dengan wajah manis dan cara bergaul yang baik, curahan kebaikan,
diusahakan mendapatkan manfaat, dilindungi dari bahaya. Jika ada lelaki
yang demikian, niscaya ia berpredikat sebagai manusia yang terbaik. Jika
ia bersikap sebaliknya, maka ia berada dalam keburukan. Banyak orang
yang terjerumus dalam keteledoran ini. Anda bisa menyaksikan seorang
lelaki, bila ia menjumpai keluarganya, maka menjadi sosok yang akhlaknya
buruk, sangat pelit dan sedikit sekali berbuat baik kepada mereka.
Tetapi, apabila bersama orang lain, maka engkau akan dihormati,
akhlaknya melunak, jiwanya menjadi dermawan, ringan tangan. Tidak
diragukan, laki-laki semacam ini adalah manusia yang terhalang dari
taufik Allah, menyimpang dari jalan yang lurus. Semoga Allah memberikan
keselamatan bagi kita dari hal itu".[2]
Sengaja keterangan ulama ini dikutip secara lengkap, sebab merupakan
pesan sangat berharga dari beliau bagi para suami dan ayah, yang banyak
lalai dari budi pekerti luhur dalam bergaul dengan keluarga.
Anda bisa saksikan, berapa banyak lelaki sangat akrab bersama rekan
sejawatnya. Namun tatkala kembali ke rumah, ia berubah menjadi manusia
yang bakhil, lagi menakutkan. Padahal, semestinya, pihak yang paling
pantas menerima kebaikan maupun kelembutannya adalah keluarganya.
Pepatah mengatakan, al aqrabin aula bil ma'ruf. Artinya, kaum kerabat
paling utama menerima kebaikan.
Jadi, keluarga harus disikapi dengan penuh kasih sayang, kontrol yang
baik, sabar terhadap kesalahan dan kekeliruan mereka, serta berusaha
mengoreksi kesalahan dengan cara elegan, penuh hikmah, sebagaimana yang
ia tunjukkan kepada orang lain di luar rumah.
KENALILAH LELAKI MELALUI INTERAKSINYA DENGAN KELUARGANYA
Sebuah kaidah mengatakan, seseorang akan mudah dikenali di rumah
daripada di luar rumah. Penjelasannya, ia tidak sulit bersikap pura-pura
di luar rumah, memerankan karakter yang berbeda dari karakter aslinya.
Orang yang terbiasa kasar, bisa menampilkan karakter yang simpatik,
sabar terhadap kesalahan orang lain di luar rumah. Karena kebersamaannya
dengan orang lain di luar rumah sejenak. Bisa cuma setengah jam atau
hanya satu jam.
Bersama mereka, orang dapat bersandiwara seperti yang dilakukan para
hipokrit dan pegawai-pegawai. Memperlihatkan budi pekerti yang baik,
jauh dari tindakan yang tak bermoral. Berbeda saat di rumah, ia akan
susah memerankan dramanya sepanjang waktu. Sebab waktunya lama.
Kesabarannya untuk bermuka dua akan terkikis seiring dengan perjalanan
detik demi detik, sehingga akan kembali kepada kepribadian aslinya.
Disebutkan oleh pepatah, kepura-puraan akan terkalahkan oleh sikap
bawaan.
Terkadang, sikap yang berpura-pura bermuka baik dalam waktu yang
sementara bisa dilewatinya dengan sukses, seperti perilaku sejumlah
lelaki yang kurang bermoral saat akan meminang seorang gadis. Pihak
lelaki memperlihatkan pribadi yang baik untuk menjaga imej, sehingga
keburukan perangainya ditutupinya serapat mungkin. Pernikahanlah yang
akan membongkarnya. Sehingga tak mustahil dapat memicu timbulnya
perceraian antara pasangan suami istri, karena adanya unsur tipuan dan
kamuflase saat proses nazhar (perkenalan) sebelum pernikahan.
Jadi, di rumah, kepribadian seorang suami akan mudah diketahui. Apakah
ia seorang pribadi yang lembut atau berperangai kasar? Apakah ia
dermawan atau pelit? Apakah ia tenang atau orang yang mudah kalut?
Pergaulan di rumah akan memberitahukan secara tepat keaslian karakter
lelaki. Maka, kenalilah diri Anda saat berada di dalam rumah.
Bagaimanakah kesabaran Anda saat berhadapan dengan anak-anak? Bagaimana
sikap Anda menghadapi kelemahan istri? Bagaimana ketegaran Anda dalam
memikul tanggung jawab keluarga? Orang yang tidak cakap memimpin rumah
tangga, niscaya tidak mampu untuk mengarahkan umat manusia. Inilah
rahasia dari sabda Nabi n di permulaan tulisan ini.
TETANGGA JUGA MENJADI BAROMETER
Semakna dengan hadits di atas, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
خَيْرُ ْالأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
"Sebaik-baik kawan adalah orang yang paling baik kepada kawannya. Dan
sebaik-baik tetangga adalah orang yang paling baik kepada
tetangganya"[3].
Keberadaan tetangga atau para koleganya tidak berbeda dengan anggota
keluarga dalam mempengaruhi kepribadian seseorang. Saking seringnya
berinteraksi, mereka bisa mengetahui dan meneropong rahasianya yang
tidak diketahui oleh orang yang masih asing terhadap dirinya.
Kebaikannya dibuktikan dengan besarnya kesabaran dirinya saat
menghabiskan waktu bersama tetangga atau para koleganya. Oleh karena
itu, para tetangga dan kawan tidak akan melontarkan pujian dan
sanjungan, kecuali setelah mereka melihat cara pergaulan yang baik dan
moral yang luhur pada dirinya. Maka, kembali kepada sebuah pedoman,
seseorang tidak bisa dikenali dengan baik kecuali melalui pergaulan.
Rahasia ini hanya berada di tangan keluarga, tetangga dan sahabat dekat.
Ada orang yang sangat pemalu, lembek, cengeng terhadap sebuah gangguan,
sehingga ia mengisolasi diri dari masyarakatnya. Orang-orang pun
menilainya sebagai pribadi yang pendiam, mulia, mulutnya terjaga dari
ghibah. Tetapi, ternyata penilaian ini bertolak belakang. Karena,
realitanya, kepada keluarganya ia bersikap kasar, suka menyakiti anggota
keluarga lainnya. Dia tidak mampu menampilkan potret dirinya di
masyarakat, lantaran rendah dirinya saat bertemu dengan orang-orang
asing. Dan, ini yang penting, kekerasan pribadi pada diri seseorang,
sebenarnya muncul karena kesalahannya sendiri. Dia senang mengurung diri
dari pergaulan luar. Orang-orang seperti ini, tidak mungkin dikenali
dengan baik, kecuali melalui pengakuan anggota keluarganya.
Maka, hadits di atas merupakan sebuah hadits yang sangat penting.
Kendati ringkas lafazhnya, tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah memberikan pedoman yang jelas untuk mengenal seseorang.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/2005M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Diringkas dari kitab Al Mau'izhatul Hasanah fi Akhlaqil Hasanah,
hlm 74-82, karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah Cet.II Th.
1426 H.
[2]. Nailul Authar (6/360).
[3]. HR At Tirmidzi, no. 1944 dishahihkan oleh Syaikh al Albani.
16/01/14
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar