Saya wasiatkan kepada Anda semua dan diri saya sendiri untuk bertakwa kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
taqwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam. [Ali Imran/3 : 102].
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan. [al Ankabut/29 : 45]
Pembicaraan tentang shalat membutuhkan pengingatan dan pengulangan,
tidak boleh ada kebosanan untuk mendengarkannya. Karena shalat merupakan
kewajiban yang paling besar pengaruhnya, paling agung penjelasan dan
kebaikannyan dan yang paling berbahaya apabila ditinggalkan. Shalat
merupakan tiang agama dan kunci surga Allah. Barangsiapa yang menjaga
shalat, berarti dia telah berpegang dengan syariat Islam dan mengambil
pondasinya. Barangsiapa yang melalaikan shalat, berarti dia telah
melalaikan agamanya dari pondasinya.
Shalat juga merupakan obat yang bisa menyembuhkan penyakit-penyakit
hati, kejelekan jiwa dan penyakit-penyakitnya; bagaikan cahaya yang
menghilangkan pekatnya dosa-dosa dan kemaksiatan. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan permisalan dalam sabdanya :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا
لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ
الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
“Apa pendapat kalian, seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang
dari kalian, dia mandi disungai itu lima kali sehari; apakah ada
kotoran/daki yang tersisa?” Mereka menjawab,”Tidak akan ada kotoran yang
tersisa sedikitpun.” Nabi berkata,”Demikianlah permisalan shalat lima
waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat.” [HR
Muslim]
Hal ini juga dikuatkan oleh hadits tentang keutamaan wudhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
فَإِنْ هُوَ قَامَ فَصَلَّى فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ
وَمَجَّدَهُ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ وَفَرَّغَ قَلْبَهُ لِلَّهِ إِلَّا
انْصَرَفَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Apabila dia berdiri untuk mengerjakan shalat, kemudian memuji dan
mengagungkan Allah dengan pujian yang pantas bagi Allah, dia
mengkhusyu’kan hatinya untuk Allah, kecuali dia berpisah dengan
kesalahannya sebagaimana keadaannya pada hari dilahirkan oleh ibunya.
[HR Muslim].
Seperti inilah buah dari ibadah, dan sedemikian besar hasil dari
pelaksanaan ibadah shalat ini, sehingga pantas untuk diperhatian dan
ditegakkan. Mari kita jadikan shalat sebagai penghias hidup kita dan
bisikan hati kita.
Allahu Akbar; Hayya ‘alash shalat; Hayya ‘alal falah (mari kita kerjakan
shalat, mari menuju kebahagiaan), panggilan yang bergema di segenap
penjuru, adzan yang menembus telinga untuk membangunkan jasad yang
bercahaya dengan keimanan dan hati yang khusyu’.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. [al Mukmin/23 : 1-2].
Dengan khusyu’, seseorang yang shalat dapat menyatukan antara kebersihan
lahiriyah dan kebersihan batiniyah, ketika dia berkata dalam ruku`nya :
خَشَع لَكَ َ سَمْعِي وَبَصَرِي وَمُخِّي وَعَظْمِي وَعَصَبِي
Khusyu’ kepadaMu pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku dan otot-ototku. [HR Muslim].
Sedangkan dalam riwayat Ahmad :
وَمَا اسْتَقَلَّتْ بِهِ قَدَمِي
Dan ketika terangkatnya kedua kakiku untuk Allah.
Dengan kekhusyu’an, akan diampuni dosa-dosa dan dihapus
kesalahan-kesalahan, dan ditulislah shalat di timbangan kebaikan,
sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ
وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا
قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ
كُلَّهُ
Tidaklah seorang muslim mendapati shalat wajib, kemudian dia
menyempurnakan wudhu`, khusyu’ dan ruku’nya, kecuali akan menjadi
penghapus bagi dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa
besar; dan ini untuk sepanjang masa. [HR Muslim]
Shalat, apabila dihiasi dengan khusyu’ dalam perkataan, dan gerakannya
dihiasi dengan kerendahan, ketulusan, pengagungan, kecintaan dan
ketenangan, sungguh, ia akan bisa menahan pelakunya dari kekejian dan
kemungkaran. Hatinya bersinar, keimanannnya meningkat, kecintaannya
semakin kuat untuk melaksanakan kebaikan, dan keinginannya untuk berbuat
kejelekan akan sirna. Dengan khusyu’, bertambahlah munajat seseorang
kepada Rabb-nya, demikian pula kedekatan Rabb-nya kepadanya. Ahmad, Abu
Dawud dan Nasaa-i meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
لَا يَزَالُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مُقْبِلًا عَلَى الْعَبْدِ َ فِي
صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَإِذَا الْتَفَتَ انْصَرَفَ عَنْه
Senantiasa Allah ‘Azza wa Jalla menghadap hambaNya di dalam shalatnya,
selama dia (hamba) tidak berpaling. Apabila dia memalingkan wajahnya,
maka Allah pun berpaling darinya.
Khusyu’ memiliki kedudukan yang sangat besar. Ia sangat cepat hilangnya,
dan jarang sekali didapatkan. Terlebih lagi pada jaman kita sekarang
ini. Tidak bisa menggapai khusyu’ dalam shalat merupakan musibah dan
penyakit yang paling besar. Rasulullah juga merasa perlu berlindung
darinya, sebagaimana beliau n berdoa :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ
Ya, Allah. Aku berlindung kepadaMu dari hati yang tidak khusyu’. [HR Tirmidzi]
Dan tidaklah penyimpangan moral menimpa sebagian kaum Muslimin, kecuali
karena shalat mereka bagaikan bangkai tanpa ruh, dan sebatas gerakan
belaka. Ath Thabrani dan selainnya meriwayatkan, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَوَّل مَا يُرْفَعُ مِن هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوعُ حَتَّى َلَا تَرَى فِيهَا رَجُلًا خَاشِعًا
Yang pertama kali diangkat dari umatku adalah khusyu’, sehingga engkau tidak akan melihat seorang pun yang khusyu’.
Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu berkata : “Yang pertama kali hilang
dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari
agama kalian adalah shalat. Kadang-kadang seseorang yang shalat tidak
ada kebaikannya, dan hampir-hampir engkau masuk masjid tanpa menjumpai
di dalamnya seorang pun yang khusyu’”.
Shalat adalah penenang seorang muslim dan hiburannya, puncak tujuan dan
cita-citanya. Rasulullah berkata kepada Bilal: “Tenangkan kami dengan
shalat”. Beliau bersabda:
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat. [HR Nasaa-i dan Ahmad]
Shalat menjadi penyejuk hati, kenikmatan jiwa dan surga hati bagi
seorang muslim di dunia. Seolah-olah ia senantiasa berada di dalam
penjara dan kesempitan, sampai akhirnya masuk ke dalam shalat, sehingga
baru bisa beristirahat dari beban dunia dengan shalat. Dia meninggalkan
dunia dan kesenangannya di depan pintu masjid, dia meninggalkan di sana
harta dunia dan kesibukannya untuk membuka lembaran yang dia sebutkan di
dalam hatinya. Masuk masjid dengan hati yang penuh rasa takut karena
mengagungkan Allah mengharapkan pahalaNya.
Abu Bakar ash Shiddiq Radhiyallahu anhu, apabila sedang dalam keadaan
shalat, seolah-olah ia seperti tongkat yang ditancapkan. Apabila
mengeraskan bacaannya, isakan tangis menyesaki batang lehernya.
Sedangkan ‘Umar al Faruq Radhiyallahu anhu, apabila membaca, orang yang
di belakangnya tidak bisa mendengar bacaannya karena tangisannya.
Demikian juga ‘Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, apabila dalam keadaan
shalat, seolah-olah ia seperti tongkat kayu. Sedangkan ‘Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu anhu, apabila datang waktu shalat, bergetarlah ia
dan berubah wajahnya. Tatkala ditanya, dia menjawab: “Sungguh sekarang
ini adalah waktu amanah yang Allah tawarkan kepada langit, bumi dan
gunung, mereka enggan untuk memikulnya dan takut dengan amanah ini, akan
tetapi aku memikulnya”.
Di antara manusia ada yang shalat dengan badan dan seluruh
persendiannya, menggerakkan lisannya dengan ucapan, menundukkan punggung
mereka untuk ruku`, turun ke bumi untuk sujud, akan tetapi, hati mereka
tidak bergerak ke arah Allah Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Mereka
menampakkan ketundukan, sedangkan hatinya lari menjauh. Mereka membaca
al Qur`an, akan tetapi tidak meresapinya. Mereka bertasbih, akan tetapi
tidak memahaminya. Mereka berdiri di hadapan Allah dan di dalam
rumahNya, akan tetapi, sebenarnya pandangannya ke arah pekerjaan mereka,
tinggal bersama ruh mereka di tempat tinggal mereka. Begitulah
keadaannya, seseorang telah mengerjakan shalat dalam waktu yang lama,
akan tetapi ia tidak pernah menyempurnakan shalatnya, meskipun hanya
sehari saja; karena ia tidak menyempurnakan ruku’nya, sujudnya dan
khusyu’nya. Barangsiapa keadaannya seperti ini, sungguh ia tidak bisa
mengambil manfaat dari shalatnya, sehingga kadang-kadang ia memakan
harta manusia dengan batil, melakukan kerusakan di antara manusia,
melaksanakan amalan yang bertentangan dengan agama dan akhlak, bahkan
dia menjadikan shalat hanya untuk mendapatkan pujian manusia, untuk
menutupi kejahatan kedua tangan dan kakinya.
Saudaraku seiman, hadits berikut ini sebagai renungan, sikapilah dirimu
dengan jujur, agar mampu melihat posisi kita masing. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ
تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا
نِصْفُهَا
Sesungguhnya seseorang selesai (dari shalat) dan tidaklah ditulis
(pahala) baginya, kecuali sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya,
seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya,
seperempatnya, sepertiganya, setengahya.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Hasan bin ‘Athiah Radhiyallahu anhu
berkata : “Sesungguhnya ada dua orang berada dalam satu shalat, akan
tetapi perbedaan keutamaan (pahala) antara keduanya bagaikan langit dan
bumi”.
Wahai orang yang shalat, sesungguhnya shalat adalah kobaran api
pertempuran bersama setan, pertempuran was-was dan bisikan-bisikan,
karena kita berdiri pada tempat yang agung, paling dekatnya kedudukan
(dengan Allah) dan paling dibenci setan. Kemudian setan menghiasi di
depan pandangamu dengan kesenangan, menawarkan keindahan dan godaan. Dia
juga mengingatkan yang engkau lupakan, sehingga dia merasa senang
ketika shalatmu rusak, sebagaimana baju yang usang, rusak, tidak
mendapatkan pahala dan tidak pula mendapatkan keutamaan.
Wahai orang yang shalat, barangsiapa yang menempuh metode Nabi dan
meniti jalan Nabi dalam shalatnya, niscaya dia dapat memperoleh
kekhusyu’an. Untuk bisa meraih khusyu` ada beberapa hal yang bisa
membantunya. Yaitu orang yang akan shalat, hendaknya segera menuju
masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, ia telah membersihkan
pakaiannya, mensucikan badannya, mengkosongkan hatinya dari kesibukan
dunia, semerbak harum badannya, meluruskan barisan dan menutup celah
dalam barisan, dan ia tidak mengangkat kepalanya ke langit saat shalat,
karena hal ini terlarang dan bisa menghilangkan kekhusyu’an.
Termasuk yang juga bisa menolong untuk khusyu’ dalam shalat, yaitu tidak
mengganggu orang lain dengan bacaan al Qur`an, tidak shalat dengan
pakaian atau baju yang ada gambarnya, tulisannya, ataupun baju
berwarna-warni yang bisa mengganggunya, dan mengganggu orang lain.
Begitu juga suara-suara yang berasal dari handphone yang mengganggu kaum
Muslimin, sehingga merusak kekhusyu’an. Oleh karena itu janganlah
membawa suara musik yang berdendang di dalam rumah-rumah Allah tercampur
dengan kalam Allah. Kita meminta kepada Allah salamah dan ‘afiyah dari
dosa dan kesalahan.
Dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلَاتَهُ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُهَا قَالَ لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا
سُجُودَهَا أَوْ قَالَ لَا يُقِيمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُود
“Sejelek-jelek pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya”. Mereka
bertanya,”Wahai, Rasulullah. Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?”
Rasulullah menjawab,”Dia tidak menyempurnakan ruku` dan sujudnya,” atau
ia (Rasulullah) berkata : “Tidak menegakkan tulang punggungnya ketika
ruku’ dan sujud”. [Diriwayatkan oleh Ahmad]
Bertakwalah kepada Alah dengan sebenar-benarnya takwa, dan tanamkan
perasaan kedekatan Allah pada diri kalian, saat sendirian maupun ketika
bersama manusia.
Termasuk hal terbesar untuk bisa tenang dan khusyu’ dalam shalat, yaitu
merenungi dan meresapi makna. Ketika mengucapkan Allahu Akbar, maka
renungkanlah kedalaman pemahamannya dan petunjuknya. Allah Maha Besar
dari setan yang menipunya di dunia. Allah Maha Besar dari nafsu syahwat,
harta, kedudukan dan anak. Maka mantapkan dan tanamkan ke dalam hati,
kemudian laksanakan segala konsekwensinya.
Juga renungkanlah pahala yang besar pada setiap bacaan al Fatihah,
bacaan ruku`ataupun bacaan-bacaan shalat lainnya. Renungkanlah pahala
yang besar, di antaranya apabila imam mengucapkan
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
(bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai, bukan pula jalannya
orang-orang yang sesat), maka para malaikat mengucapkan “Amiin”.
Barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para
malaikat, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Begitu pula
renungkanlah pahala-pahala yang agung, serta keutamaan-keutamaan besar
lainnya saat berdiri, duduk, dzikir-dzikir ruku’ dan sujud. Barangsiapa
yang merenunginya, dia akan yakin dengan rahmat Allah, sesembahannya.
Termasuk yang bisa mengantarkan kepada khusyu’, yaitu wasiat Rasulullah
yang kekal : “Shalatlah dengan shalat orang yang akan berpisah (dengan
dunia)”.
(Diangkat berdasarkan khuthbah Jum’at Syaikh Abdul Bari ats Tsubaiti di
Masjid Nabawi, Madinah al Munawwarah, pada tanggal 16 Rajab 1426 H).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Oleh: Syaikh Abdul Bari ats Tsubaiti
Sumber: almanhaj.or.id
18/01/14
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar